Sulit Berharap DPR Mau Membongkar
JAKARTA, KOMPAS (14/11) – Dewan Perwakilan Rakyat sulit diharapkan
mau membongkar praktik mafia anggaran yang terjadi di lembaga tersebut dan
melibatkan pejabat pemerintah. Partai politik dan politikusnya di DPR
diuntungkan dengan kondisi tetap tak terungkapnya praktik mafia anggaran karena
mereka mengandalkan pembiayaan politik dari transaksi haram seperti dalam kasus
suap di Kementerian Pemuda dan Olahraga serta Kementerian Tenaga Kerja dan
Transmigrasi.
“Setidaknya di dua kasus, Kemenpora dan Kemenkertrans menjadi contoh konkret
bahwa praktik mafia anggaran terus berjalan. Sulitnya kita berharap pada politikus
untuk memberantas korupsi karena mereka juga terjebak pada agenda dan
kepentingan pragmatis,” kata Koordinator Divis Korupsi Politik Indonesia
Corruption Watch (ICW) Abdullah Dahlan di Jakarta, Senin (12/9).
Abdullah mencontohkan praktik mafia anggaran yang coba diungkap anggota DPR Wa
Ode Nurhayati. Namun yang terjadi, Badan Kehormatan DPR justru memproses yang
bersangkutan meskipun dia sebagai penyingkap aib (whistle blower). BK
DPR tak pernah memeriksa pihak-pihak yang disebutkan Wa Ode.
“Parpol dan politikusnya mengandalkan permodalan politik dari kongkalikong
semacam ini, jadi sulit mereka mau mengungkap praktik mafia anggaran,” kata
Abdullah.
Abdullah mengatakan, praktik mafia anggaran dimulai sejak perencanaan, misalnya
dalam kasus dana percepatan infrastruktur daerah (DPID) di Kemnakertrans. Dalam
perencanaan, orang di lingkaran menteri menawarkan beberapa daerah untuk
mendapatkan program atau wilayah proyek DPID. “Tentunya dengan imblana fee
tertentu,” katanya.
Koordinator Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi
Anggaran (Fitra) Uchok Sky Khadafi mengungkapkan, anggaran yang sudah disetujui
DPR dalam kenyataannya tidak diberikan ke daerah secara gratis. Dalam kasus
suap di Kemenpora dan Kemnakertrans, terlihat jelas DPR dan pemerintah saling
mengambil uang dari anggaran yang seharusnya untuk daerah.
“Harus ada fee buat parlemen, sementara birokrat kita juga butuh duit
. Keduanya saling membutuhkan. Pejabat di kementerian membutuhkan uang untuk
biaya kenaikan pangkat dan upeti bagi atasan mereka. Menteri juga membutuhkan
uang untuk membantu partai politiknya. (BIL)
Pembahasan
Dalam artikel
Penyelewengan Anggaran yang tertulis pada harian kompas, rabu, 14 September
2011 terdapat beberapa pelanggaran prinsip etika profesi akuntansi. Diantaranya
adalah sebagai berikut :
1. Prinsip pertama : Tanggung Jawab Profesi
Terdapat
pelanggaran dalam melaksanakan tanggung-jawabnya. Di mana Dewan Perwakilan
Rakyat tidak bisa diharapkan mau membongkar praktik mafia anggaran yang terjadi
di lembaga tersebut yang melibatkan pejabat pemerintah. Justru partai politik
dan politikusnya yang berada di DPR malah diuntungkan dengan kondisi yang tidak
terungkapnya praktik mafia anggaran yang terjadi akhir-akhir ini.
2. Prinsip Kedua : Kepentingan Publik
Pada kasus
kemenpora dan kemnakertrans yang menjadi contoh praktik mafia anggaran secara
konkret seharusnya di berantas tetapi kenyataannya tidak juga diselesaikan,
karena mereka yang duduk di kursi DPR juga terjebak pada agenda dan kepentingan
pragmatis. Di mana sangat mengsampingkan kepentingan publik, yang seharusnya
setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam rangka pelayanan
kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas
profesionalisme, justru tidak ditunjukkan sebagai dedikasi mereka.
3. Prinsip Ketiga : Integritas
Integritas
merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan bagi
anggota dalam menguji semua keputusan yang diambilnya. Integritas dapat
menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur,
tetapi tidak dapat menerima kecurangan atau peniadaan prinsip. Dalam
praktik mafia anggaran yang coba diungkap oleh anggota DPR justru oleh Badan
Kehormatan DPR dianggap telah merusak reputasi DPR itu sendiri, malahan
memproses yang bersangkutan saja yang mengungkapkannya, dan tidak pernah
memeriksa pihak-pihak yang disebutkan telah melakukan kecurangan.
4. Prinsip Keempat : Obyektivitas
Obyektifitas merupakan
suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota dimana
diharuskan untuk bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak
berprasangka, serta bebas dari benturan kepentingan atau berada di bawah
pengaruh pihak lain. Dalam kasus dana percepatan infrastruktur daerah (DPID) di
kemnakertrans, ternyata penyelewengan sudah dimulai dari perencanaannya, di
mana orang dalam lingkaran mentri menawarkan beberapa daerah untuk mendapatkan
program atau wilayah proyek DPID, dengan imbalan fee tertentu. Jelas
sekali melanggar prinsip obyektifitas di mana anggota seharusnya tidak boleh
menerima hadiah apapun yang dapat membuat posisi profesional mereka ternoda.
5. Prinsip Kelima : Kompetensi dan Kehati-hatian
Profesional
Dalam pemeliharaan
kompetensi profesional, anggota harus menerapkan suatu program yang dirancang
untuk memastikan terdapatnya kendali mutu atas pelaksanaan jasa professional
yang konsisten dengan standar nasional dan internasional. Tetapi di sini
terdapat adanya pengungkapan oleh Koordinator Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia
untuk Transparansi Anggaran dimana anggaran yang telah disetujui DPR pada
kenyataannya tidak diberikan ke daerah secara gratis. Jelas disini untuk kasus
suap di Kemenpora dan Kemnakertrans, DPR dan pemerintah mengambil uang dari
anggaran karena keduanya saling butuh dana. Dimana Pejabat di kementerian
membutuhkan uang untuk biaya kenaikan pangkat dan upeti bagi atasan mereka dan
Menteri juga membutuhkan uang untuk membantu partai politiknya. Padahal
seharusnya anggaran tersebut semestinya diberikan ke daerah yang bersangkutan.
Berarti disini terjadi kelalaian dimana kehati-hatian profesional mengharuskan
anggota untuk memenuhi tanggung jawab profesi kepada publik.
6. Prinsip Ketujuh : Perilaku Profesional
Setiap anggota
harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi
tindakan yang dapat mendeskritkan profesi. Kewajiban untuk menjauhi tingkah
laku profesi harus dipenuhi anggota sebagai perwujudan tanggung jawabnya.
Tetapi di sini baik anggota DPR maupun pemerintah itu sendiri melakukan
penyelewengan dana dengan mengambil uang dari anggaran negara yang menunjukkan
perilaku yang tidak profesional. Maka Jelas dalam artikel ini mengungkapkan
adanya pelanggaran pada prinsip perilaku profesional.
7. Prinsip kedelapan : Standar Teknis
Setiap anggota
harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar
profesional yang dikeluarkan oleh badan pengatur dan peraturan
perundang-undangan yang relevan. Jelas pihak-pihak yang terkait dalam kasus
praktik mafia anggaran telah melanggar peraturan perundang-undangan dan
melanggar sumpahnya yang telah diikrarkan pada saat pengangkatan jabatan karena
telah menyalahgunakan wewenangnya untuk mengambil keuntungan pribadi dengan
tidak mengindahkan standar teknis dan standar profesional.
Prinsip Kedelapan - Standar Teknis
Bahwa setiap pejabat harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai
dengan standar teknis dan standar profesional
yang relevan sebagai seorang pejabat
perpajakan. Dalam kasus praktik mafia perpajakan tidak
ditemukan standar teknis dan standar professional dalam melaksanakan tugas dan
tanggung jawabnya yang mana harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan
tentunya bermuara pada penerimaan pendapatan Negara guna pembangunan Bangsa
sesuai dengan standar dan ketentuan yang berlaku.
No comments:
Post a Comment