SAHABAT
BAGIAN 1:
Pada
suatu hari hiduplah dua remaja putri, yang satu bernama Pupu dan yang satunya
lagi bernama Berli. Mereka memiliki suara yang sangat indah, maka dari itu
setelah dewasa, mereka menjadi penyanyi yang hebat. Mereka juga bersahabat sejak lama.
Namun, pupu memiliki sifat yang sombong, tidak sabaran dan yang paling penting
di antara yang lainnya adalah ia amat sangat egois.
Pupu: Berli, datanglah! Cepat! (berteriak
memanggil nama Berli dengan selantang-
lantangnya)
Berli: Ada apa kau memanggilku? (datang dengan nafas
terengah-engah)
Pupu: Buatkan teh dengan daun mint untukku,
cepatlah! (sambil mengibaskan telapak
tanannya
menyuruh Berli pergi keluar)
Berli: Apa!? (berkata setengah berteriak
dengan nada tidak percaya)
Pupu: Apa kau tuli? Cepat buatkan teh
untukku! (berteriak dengan tidak sabaran)
Berli: (mendengus dan pergi dengan segera,
kemudian membawa secangkir the tak lama
kemudian) ini
dia, teh dengan daun mint seperti apa yang kau minta. (dengan tidak sengaja
Berli tersandung dan menjatuhkan secangkir teh ke seluruh tubuh Pupu) Oh tidak!
Maafkan aku, aku benar-benar tidak sengaja. (wajah Berli pun segera berubah
menjadi pucat pasi karena ketakutan)
Pupu: Oh, tuhan! Apa kau gila? Ini adalah
baju yang baru aku beli kemarin! Dan
sekarang kau
telah menghancurkannya!! (berteriak dengan marah)
Berli: Maaf, aku benar-benar tidak sengaja.
Tolong, maafkan aku, Pupu…
Pupu: Tolong? Apakah kau sadar? Ini adalah
dunia egois, hanya orang egois yang akan
menang. Dan
orang egois tidak akan menolong atau memaafkan siapa pun seumur hidupnya
(berlalu dengan marah dan meninggalkan Berli yang menangis terisak)
Berli: Aku tidak percaya ini! Dia
mengatakan hal sekasar itu padaku!? Oh, benar-benar
sulit dipercaya!
Dia memang sudah gila! (menangis dan bergumam tak percaya ketika punggung Pupu
sudah tak terlihat lagi)
BAGIAN 2:
Pupu
sudah akan beranjak tidur, namun dia langsung terlonjak kaget ketika melihat
seseorang yang dia kenal telah meninggal, datang dengan rantai besi yang membelit seluruh
tubuhnya.
Bibi : “Hai, apa kabar
keponakanku? (bertanya dan segera membentangkan tangannya berniat untuk
memeluk Pupu yang sedari tadi belum pulih dari kagetnya).”
Pupu : “(segera
menghindar dan berseru kepada seseorang yang telah mengagetkannya) Hei! Mengapa kau kemari? Tak seharusnya kau di
sini! Apakah ini mimpi!?.”
Bibi : “Ouh… Apakah
reaksimu tidak berlebihan? Hanya inikah sambutan yang aku dapatkan?”
Pupu : “Mengapa kau
kemari?! (sergah Pupu secepatnya)”
Bibi : “Aku hanya ingin
kau tahu akan sesuatu. Jangan lagi kau menjadi orang yang egois, jika kau tidak
ingin berakhir sepertiku.”
Pupu : “Apakah kau
bercanda? Itu gila! Lihatlah, betapa hebatnya aku sekarang ini.”
Bibi : “Kau
benar-benar keras kepala! Kau tidak bisa hidup seperti ini, nak. Kau akan berakhir sepertiku.”
Pupu : “Aku tidak peduli!
Yang hanya aku pedulikan hanyalah semua nasihatmu: “Dunia ini adalah dunia
yang egois, dan hanya orang-orang egoislah yang akan menang”
Bibi : “Apakah kau tau
nak?!
Kau amat sangat menyebalkan!!”
Pupu : “(tidak
memperdulikan roh bibinya dan segera beringsut ke tempat tidur sambil menutip telinga, tak perduli)”
BAGIAN 3:
Belum
lagi Pupu terlelap, ia kembali terbangun karena adanya cahaya yang sangat
menyilaukan.
Peri1 : “Hei, bangunlah
tukang tidur! Kau akan bertambah gemuk jika seperti ini terus. (berseru dengan sedemikian
bersemangatnya) Oh, ayolah… Kita akan terlambat nanti…”
Pupu : “Apakah ini mimpi
buruk lagi? (berkata dengan mata yang masih terpejam).”
Peri1 : “Ini tentu
bukanlah mimpi buruk, tukang tidur. Kita akan melakukan perjalanan yang sangat menyenangkan nanti. Apakah kau mendengarkanku? Oh, sulit dipercaya! Kau tertidur lagi! (menggoyang-goyangkan tubuh Pupu dengan amat sangat keras agar Pupu segera terbangun)”
Pupu : “Baiklah-baiklah…
aku akan segera bangun. Jangan khawatir, ayolah.. kita akan pergi kemana sekarang? Cepat selesaikan dan
aku akan tidur kembali untuk kecantikan!
(kembali berkata dengan nada marah dan tidak sabaran).”
Peri1 : “Ayo! Kita pergi
ke masa lalumu. Hahaha… ini akan sangat menyenangkan karena aku adalah penggemar
terberatmu saat ini (tertawa dengan lepas seolah tidak ada orang
bersamanya)”
Kemudian
sampailah mereka ke dimensi lain seperti kenangan yang pernah Pupu ingat
sebelumnya. Lalu datanglah dua anak ke sebuah ruangan, mereka pun tertawa dan
bernyanyi bersama:
Pupu (septia) dan Berli: “Give me give me
give me all your heart.We making real love come
into my world. Naege dagawa jwo neukkil su itge. Neoui pumsoge meomul su itge naegero wajwo. Hahaha… (pecahlah tawa mereka ketika berhenti menyanyikan lagu yang sama)”
Berli : “Haha… sangat
menyenangkan bukan?”
Septia : “Ya, tentu saja. Ini adalah latihan terbaik yang pernah kita alami.
(kemudian tertawa bersama
lagi)”
Berli : “Haha... kita harus mengulanginya lagi
nanti.”
Septia : “Baiklah.. ini benar-benar menyenangkan!”
Bibi :
“Hei, kenapa kalian ini bermain-main? Ini tidak lucu atau pun menyenangkan, kau
tau!? Ini adalah kerja keras, bukan tempat permainan anak-anak! Apakah kalian
mengerti?”
Septia : “Tapi Bibi, kami juga berlatih dengan amat
sangat keras. Kami juga tidak pernah bermain-main
dengan latihan kami. (jawab Septia gelagapan ketika bibinya menunjukkan wajah marah)”
Bibi : “Diam!! Aku tidak butuh semua omong
kosongmu! Cepatlah kau pergi berlatih! Dan
ingat satu hal, sendirian!!!”
Septia : “Tapi, bibi... bagaimana dengan Berli?
Apakah aku boleh berlatih dengannya?”
Bibi : “Tidak (seru Bibi dengan tidak sabaran,
seraya berjalan mendekat ke arah Septia yang
sedang ketakutan)”
Septia : “Kenapa? (tanya Pupu memberanikan bertanya
kepada Bibinya untuk mendapatkan
penjelasan darinya)”
Bibi : “Karena kau harus belajar menjadi orang
yang egois, nak. Di dunia yang egois ini
kau tidak akan pernah berhasil jika terus seperti ini. Karena di dunia egois, hanya egoislah yang akan menang. Apakah kamu
mengerti?”
Septia : “Iya,bibi. Aku mengerti (berpaling mrnghadap
Berli kemudian mengatakan sesuatu
kepadanya). Maaf Berli, Aku harus pergi sekarang.”
Berli : “Baiklah, urus dulu saja bibimu.(berli
mengatakan dengan perlakuan bibi yang ditunjukan
kepada pupu)”
Pupu pun mengajak
peri pertama kembali ke rumahnya.
BAGIAN 4
Belum lagi Pupu tertidur namun peri kedua telah datang mengajak Pupu untuk
pergi ke dimensi yang lainnya lagi. Kemudian sampailah mereka ketempat Pupu
bekerja kemudian Pupu mendapati menemukan Berli yang sedang bekerja disana.
Peri 2 : “Oh lihatlah! Kenapa masih ada orang yang
bekerja pada sepekan terakhir
menjelang hari raya? Apakah kita salah
jadwal? (melirik kalender yang dibawanya, serta melihat jam yang melingkar di
tangannya).”
Pupu :
“Tidak, ini benar. Dia memang bekerja pada hari libur. Akulah yang menyuruhnya. (berkata dengan
angkuhnya).”
Peri 2 :
“Alangkah kejamnya kau ini! Kau tahu hari besar apa nanti? Kita akan merayakan hari raya Idul Fitri. Apakah kau
tidak punya hati? Tetap menyuruhnya bekerja
padahal seharusnya kita bersantai dirumah bersama keluarga sekarang ini.”
Pupu : “Bukannya aku tidak punya hati, tapi jika
dia ingin berhasil dia harus bekerja keras
seperti ini!”
Peri 2 : “Kau
sudah sinting! Memperlakukan sahabat terbaikmu seperti ini!”
Pupu : “(hanya tersenyum mendengar makian dari
peri ke-2)”
Berli : “Pupu.....Kau berhutang kepadaku! Memang
apa bagusnya dirimu! (mengutuki temannya
itu dengan nada kesal bercampur amarah)”
Peri 2 :
“Wow..wow..wow, sepertinya akan ada pembangkang nanti. Dia melakukan hal yang benar, kau tahu? Dia mengutukimu!
(bersemangat mengompori Pupu yang tercengang
dengan sikap temannya itu)
Pupu : “Hah?!..., Beraninya dia! Dia tidak akan
berhasil tanpa aku! Enak saja dia menghinaku
seperti itu! Dasar tidak tahu malu!!! (wajahnya memerah menahan marah)”
Peri 2 :
“Apakah kau yakin dia berhutang budi padamu? Dia jauh memiliki suara yang indah daripada kamu.”
Pupu : “Mustahil! (tersenyum mengejek mendengar
pernyataan dari Peri ke-2).”
Berli : “Ya Tuhan aku belum istirahat sama sekali!
(terlonjak kagek saat melihat jam tangan
yang melingkar di tangan kirinya. Kemudian duduk di lantai untuk sejenak). Eonjengan i nunmuri meomchugil,
eonjengan i eodumi geochigo.”
Peri 2 :
“Lihat! Dia jauh lebih hebat darimu bukan? Dia hanya tidak ingin membuatmu kecewa saja. Dia sungguh memiliki hati yang
mulia, kau harus menirunya! Segera berubahlah!
(tersenyum melihat ekspresi Pupu yang tidak percaya).”
Pupu : “Tidak mungkin.”
Peri 2 :
“Apakah ini sudah cukup bagimu? Atau kau ingin berkeliling lagi.”
Pupu : “Bawa aku pergi dari sini!”
Peri 2 :
“Hahaha... Kau terlihat lucu saat ketakutan. Sering-seringlah kau seperti ini!”
BAGIAN 5 :
Sepulangnya dari perjalanan bersama
dengan peri kedua. Pupu sangat kesal, maka dari itu dia tidak dapat tidur
kembali. Dia amat sangat marah sehingga tidak menyadari bahwa telah datang peri
ketiga. Pupu pun kembali marah ketika peri ketiga mengatakan bahwa akan ada
perjalanan selanjutnya bersamanya. Namun peri ketiga tidak terpancing amarahnya
sedikit pun atas perlakuan yang diterimanya. Karena Pupu selalu membentaknya
dan mengatakan kata-kata kasar kepadanya.
Peri3 : “Apakah di sini ada orang? Apakah hanya
aku saja yang tidak nyata? Bisakah kau
memperhatikan aku, nona? Aku datang kemari untuk menjemputmu, kau tahu? Kita akan segera melakukan perjalanan
selanjutnya. (bertanya dengan lemah
lembut dan mengucapkannya dengan sangat sopan)”
Pupu : “Oh, tidak! Apa lagi ini? Sejumlah parade
omong kosong di alam mimpi?!”
Peri3 : “Ini tidak bisa disebut dengan parade
nona, tapi ini adalah usaha untuk membujuk
agar kau berubah.”
Pupu : “Hah?! Omong kosong! Itu hanya khayalanmu
saja.”
Peri3 : “Apa kamu yakin? Perjalanan ini akan
menyenangkan.”
Pupu : “Benarkah? Kalau begitu lakukan saja
sendirian. Aku tidak ingin melakukan hal
apa pun bersamamu! Mengerti?! Aku hanya ingin tidur tanpa gangguan sedikit
pun!”
Peri3 : “Tapi kau bisa mengetahui masa depanmu
nanti. Kau mungkin akan melihat
dirimu yang sesungguhnya, yang sedang menunjukkannya kepada dunia. Apakah
kau yakin tidak akan tertarik? Kau akan terlihat hebat nanti.”
Pupu : “Baiklah, kau mungkin mengesalkan. Tapi
kau adalah penjilat yang hebat. Asal
kau tahu saja, aku benar-benar menghargainya. (tertawa dan tersenyum sinis
untuk menutupi betapa bangganya dia dipuji oleh seorang peri yang berasal
dari negeri antah berantah)”
Peri3 :
“Jadi, apakah kau akan berubah pikiran? Apakah kau akan ikut bersamaku? (tanya
peri setengah membujuk)”
Pupu : “Aku rasa, iya.. tidak ada salahnya
mencoba.”
Peri3 :
“Kau benar, tidak seburuk yang kau kira. Baiklah kalau begitu, kita akan
berangkat sekarang! Apakah kau sudah siap?”
Pupu :
“Ya, sekarang! (memasang wajah bahagia yang amat sangat, karena Pupu berpikir
bahwa masa depannya secerah yang dia kira. Padahal kenyataannya adalah yang
sebaliknya)”
Lalu sampailah mereka di depan sebuah rumah yang tua dan sudah tak
berjendela. Keadaannya pun rasanya jauh lebih rapuh dan terlihat sangat tak
terawat serta sepi tak berpenghuni. Bahkan istilah rumah terlalu mewah untuk
rumah berpenampilan seperti itu. Sebutan gubuk pun jauh lebih cocok untuk
menyebut tempat bernaung tua yang sudah rapuh itu. Pupu pun mulai marah karena
merasa dipermainkan kembali. Dia pun kembali menjerit dan memaki peri ketiga.
Peri 3 :
“Baiklah, kita sudah sampai sekarang. Inilah masa depanmu sayang.(tersenyum
sinis kepada Pupu yang kembali tercengang untuk kesekian kalinya pada malam
itu).”
Pupu : “Sial! Kalian mempermainkan ku lagi! Bawa
aku pergi dari sini!”
Peri 3 :
“Tidak akan, sebelum kau melihat semuanya, nak. Ini akan membuatmu berubah
menjadi orang yang jauh lebih baik nantinya.”
Pupu :
“Bermimpi saja kau sana. Itu tak akan terjadi padaku, sayang! (menekan kata
“sayang” agar peri itu mengerti bahwa Pupu benar-benar ingin pulang)”
Tiba-tiba Pupu melihat seorang
wanita yang sedang mendengarkan sebuah lagu yang sering Pupu dengar.
“chagun gaseumi
eoneusae jogeumsik
Noga naeryeonna
bwa niga deureowasseo
Eonjenbuteoinga
jibe doraomyeon
Neoreul
tteoolligo inneun nae moseubeul
Bomyeonseo nae
mam soge niga inneun geol arrasseo
Maybe you’re the
one
Maybe eojjemyeon
Eonjena neomu
Gakkai isseoseo
mollasseonnabwa”
Septia :
“Ah, andai saja waktu dapat ku putar. Mungkin akan aku turuti nasihat para peri
dan bibi. Mungkin aku tidak akan berakhir seperti ini. (sambil menerawang angin
di udara)”
Setelah itu, Septia (Pupu saat dewasa) membuka pintu rumahnya. Kemudian
selembar kertas melayang masuk ke dalam rumahnya. Selembar kertas itu berisi
sebuah pengumuman yang menyatakan bahwa digelar sebuah konser yang megah, yang
akan menampilkan seorang penyanyi hebat bernama Berli. Pada hari itu jam 2
siang, yang berarti sekarang. Septia pun segera beranjak pergi menuju tempat
yang tercantum di selembar kertas tersebut. Ia pun menyesal karena telah
memecat Berli sebagai pegawainya yang saat itu datang terlambat. Kini, Septia
berharap banyak agar Berli memberikan pertologan kepadanya.
Septia :
“Hai, Berli! Masihkah kau ingat padaku? Aku Pupu, temanmu dulu. (bertanya penuh
harap agar Berli bisa menolongnya).”
Annisa :
“Siapa? (bertanya acuh tak acuh, dan kembali mengingat siapakah wanita yang
berdiri dihadapannya itu) Ooh... Teman egois yang pernah kupunya dulu, benarkah
itu?”
Septia : “Ya, kau benar (menjawab dengan lirih dan
malu-malu)”
Annisa :
“Aku sangat berterima kasih kepadamu. Berkatmu, aku bisa sesukses sekarang. Kau
tahu?! Bibimu benar, di dunia egois hanya orang yang egoislah yang akan menang”
Septia : “Oh. Tidak..tidak. Itu tidak benar.”
Annisa :
“Kenapa? Seharusnya kau bersyukur mendengar hal itu! Seharusnya aku
mengikutinya sejak dulu.”
Septia : “Baiklah. Terserah kau saja.”
Annisa : “Ngomong-ngomong, apa yang membawamu datang
kemari?”
Septia :
“Aku ingin meminta tolong kepadamu... (kalimatnya terpotong ketika Berli
menyela perkataannya)
Annisa :
“Maafkan aku. Tapi, aku telah berhenti menolong orang sejak dulu ketika kau
telah memecatku”
Septia :
“Oh, baiklah. Maafkan aku jika aku telah mengganggumu. (berlalu dengan pasrah
meninggalkan Berli sendirian)”
Peri3 :
“Itu merupakan akhir bagimu, sayang! Jika kau tetap ingin mempertahankan sifat
egoismu yang sekarang”
Pupu : “Apakah aku dapat memperbaikinya mulai
dari sekarang?”
Peri3 : “Jadi kau telah menyesal sekarang?”
Pupu : “Ya, begitulah. Aku malu mengakuinya”
Peri3 : “Baiklah akan kuberikan kau kesempatan.
Marilah kita pulang!”
BAGIAN 6:
Lalu mereka pun pulang, mereka telah sampai ke kamar Pupu. Pupu pun kembali
dengan sifat yang sudah berbeda. Dia tidak lagi menjadi egois. Pupu pun
teringat kepada Berli yang sedang bekerja sendirian. Dia pun segera menyusul
Berli di tempatnya bekerja
Berli: Eonjengan
i nunmuri meomchugil, eonjengan i eodumi geochigo... (belum selesai Berli menyanyikan lagunya, datanglah Pupu yang
segera menyambung nyanyiannya)
Pupu: Ttaseuhan
haessari i nunmureul mallyeojugil, jichin nae moseubi... (terhenti ketika Berli menoleh kepadanya dan tercengang
melihatnya datang serta menyambung nyanyiannya).
Maafkan aku jika selama ini aku bersikap kasar kepadamu, sungguh. Akan aku perbaiki semua kesalahanku padamu. Maukah
kau memaafkanku?
Berli: Ada apa
denganmu? Kenapa kau berubah seperti ini?
Pupu: Maafkan
aku.. (berkata dengan memelas)
Berli: Baiklah,
aku mungkin sempat marah kepadamu. Namun aku tidak pernah membencimu. Karena itu aku sudah
memaafkanmu. (tersenyum kepada Pupu)
Pupu: Ouh.. kau
sungguh baik kepadaku. Betapa bodohnya aku selalu kasar padamu
Akhirnya mereka pun saling
bermaafan. Mereka pun sekarang bersahabat kembali seperti dulu, tidak ada yang
memaki, memarahi apa lagi membenci. Semua telah berubah semenjak hari itu,
berkat bibi yang kembali datang untuk menyadarkan keponakannya sendiri serta
ketiga peri yang membantu menyadarkan Pupu si egois. Pada akhirnya, Pupu dan
Berli tumbuh menjadi dua wanita dewasa yang bijaksana dan baik hati. Dan mereka
memiliki akhir bahagia bersama-sama selamanya.